Sabtu, 14 Agustus 2010

Berpuasa Karena Landasan ”Îmân” dan ”Ihtisâb”

Kultum Ramadhân 1431 H.

Oleh Ahmad Ali MD

Jamaah Shalat Tarâwîh rahimakumullâh.

Marilah kita perhatikan hadis Nabi s.a.w. berikut:

عَنْ النَّبِيِّ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏قَالَ ‏ ‏مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ ‏

Dari Nabi s.aw. beliau bersabda: "Siapa saja yang mendirikan shalat (beribadah) di malam Lailatu al-Qadar karena landasan iman dan ihtisab, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lewat; dan demikian pula siapa saja yang berpuasa Ramadhan karena iman dan menghadap sepenuh hati dengan kekhusyu'an kepada Allah (ihtisab), maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lewat.
(HRS. al-Bukhari dari Abu Hurairah r.a.)

Mari kita camkan kata-kata Syaikh Nashir bin Muhammad bin Ibrâhîm al-Samarqandî, dalam kitabnya Tanbîgh al-Ghâfilîn (Semarang: Thaha Putera, t.t., h. 120).

Îmân adalah membenarkan adanya pahala yang dijanjikan Allah; dan ihtisâb berarti menghadap sepenuh hati secara khusyuk kepada Allah Ta’ala. Konsekuensinya, seorang yang berpuasa yang ingin mengharapkan pahala dan keutamaan yang telah disebutkan Nabi s.a.w,-- yaitu akan diampuni dosa-dosanya yang telah lewat --pen, maka seyogyanya ia mengetahui kemuliaan bulan Ramadhan ini, dan menjaga lidahnya (ucapannya) dari berdusta, gosip (ghîbah), dan berlebih-lebihan, di samping juga menjaga anggota tubuhnya dari melakukan perbuatan salah, tergelincir dosa, serta menjaga hatinya dari hasûd (dengki, iri hati), dan memusuhi kaum muslimin. Jika pun ia telah melaksanakan tatacara itu, seyogyanya ia pun merasa cemas, tidak menyombongkan diri, bahwa apakah Allah menerima amal ibadahnya ataukah tidak. Ini sejalan dengan hadis berikutnya:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ‏ ‏مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ ‏ ‏الزُّورِ ‏ ‏وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ 

Rasululullâh s.a.w. bersabda: Siapasaja yang tidak meninggalkan perkataan keji, dan perbuatan keji, maka tidak ada alasan bagi Allah untuk menerima perbuatan meninggalkan makan dan minumnya
(amal ibadah puasanya). 
(HSR. al-Bukhârî dari Abû Hurairah r.a.) 

Jadi syaratnya puasa yang dapat menghapuskan dosa-dosa kita adalah puasa yang dilandasi dengan keimanan, dan dilakukan dengan menghadap sepenuh hati, dan khusyu’ kepada Allah SWT.

Sungguhpun demikian, ada yang penting ditegaskan dan digarisbawahi, bahwa: Ada 4 (empat) golongan orang yang tidak diampuni Allah di bulan Ramadhân ini, sebagaimana tersebut dalam hadis yang sangat panjang mengenai Fadhlu Syahri Ramadhân (Keutamaan Bulan Ramadhan) yang diriwayatkan oleh Abû al-Laits al-Samarqandî r.a., bersumber dari Ibn `Abbâs r.a.

Keempat golongan itu adalah:
(1) Orang yang selalu bermabuk-mabukan (mudmin-u khamrin);
(2) Orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya (`âqun li wâlidaihi);
(3) Orang yang memutus ikatan kekeluargaan/ persaudaraan, silaturahim (qâthi` al-rahim); dan
(4) Orang yang mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari (musyâhin, al-mushârim). Wallâhu a’lam. Semoga kita dapat menjalankan ibadah puasa dengan benar-benar didasari alasan keimanan, dan menghadap sepenuh hati dengan kekhyusu’an kepada Allah Azza wa Jalla. Amîn.

Cat:

1. Redaksi lengkap hadis pertama di atas:

حَدَّثَنَا ‏ ‏مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ ‏ ‏حَدَّثَنَا ‏ ‏هِشَامٌ ‏ ‏حَدَّثَنَا ‏ ‏يَحْيَى ‏ ‏عَنْ ‏ ‏أَبِي سَلَمَةَ ‏عَنْ ‏ ‏أَبِي هُرَيْرَةَ ‏ ‏رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ‏ عَنْ النَّبِيِّ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏قَالَ: ‏‏مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ، وَمَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ. ‏‏ 
ttp://hadith.al-islam.com/Display/Display.asp?Doc=0&Rec=2987

2. Redaksi lengkap hadis kedua di atas:

حَدَّثَنَا ‏ ‏آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ ‏ ‏حَدَّثَنَا ‏ ‏ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ ‏ ‏حَدَّثَنَا ‏ ‏سَعِيدٌ الْمَقْبُرِيُّ ‏ ‏عَنْ ‏ ‏أَبِيهِ ‏ ‏عَنْ ‏ ‏أَبِي هُرَيْرَةَ
‏ ‏رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ‏ ‏قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ‏‏مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ ‏ ‏الزُّورِ ‏ ‏وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ. 

http://hadith.al-islam.com/Display/Display.asp?Doc=0&Rec=2991 

Keterangan hadis ini dapat dilihat dalam Syarah dan Terjemah Siyâdh al-Shâlihîn (Judul asli Nuhzat al-Muttaqîn) (Jakarta: al-I`tisham Cahaya Umat, 2006), h. 428. 3.

Tentang 4 (empat) golongan yang tidak diampuni di bulan Ramadhan, hadis lengkapnya lihat dalam Tanbîqh al-Ghâfilîn, h. 117-118.

Disampaikan di Mushalla Dârussalâm Pabuaran Karawaci Kota Tangerang, pada malam Sabtu, 4 Ramadhân 1431 H/13 Agustus 2010 M.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar