Minggu, 07 Mei 2017

Hukum Shalat Dhuha Berjamaah

Hukum Shalat Dhuha Berjamaah

بسم اللّٰه والحمد لله، والصلاة والسلام على سيدنا محمد صلى اللّٰه عليه وسلم نبي الرحمة، وعلى آله وصحبه ومن والاه ومن تبع هداه، وبعد.

Saudari penanya di Kota Tangerang Banten, yang menanyakan tentang hukum shalat Dhuha berjamaah (pertanyaan 20 April 2017, via japri WA), semoga dalam kebaikan dan keberkahan.

Shalat Dhuha adalah golongan shalat sunnah yang tidak disunahkan (tidak dianjurkan) dilaksanakan dengan berjamaah). Termasuk ke dalam golongan ini, shalat Tasbih, Tahajud, Hajat, dan Shalat Witir selain Witirnya bulan Ramadhan.

Hukum shalat Dhuha, dan shalat-shalat dalam golongan tersebut-- yang dilakukan dg berjamaah adalah mubah, yakni tidak makruh, juga tidak mendapat pahala, dg ketentuan (syarat): 1) bila tidak menimbulkan gangguan (misalnya mengganggu aktifitas orang lain/masyarakat, misalnya dilaksanakan di jalanan ataupun dilaksanakan di masjid tetapi mengganggu orang lain yang akan shalat wajib); 2) Tidak diyakini atau disangka kuat bahwa shalat dhuha yg dilaksanakan berjamaah tsb merupakan perintah agama (syariat).

Bila dua syarat di atas tidak dipenuhi, maka shalat dhuha berjamaah tsb di samping tidak berpahala justeru menjadi haram dan harus dilarang (dicegah).

Selanjutkan, bila kedua syarat di atas sudah terpenuhi, maka shalat dhuha berjamaah bisa mendapat pahala bila dimaksudkan:  1) untuk ta'lîm, yakni mengajarkan kepada jamaah (orang-orang yang akan shalat dimaksud) tentang shalat yang akan dilakukan itu, 2) dan/atau menggiatkan atau memotivasi mereka agar shalat sunah dhuha dg baik. Hal itu karena pahala bergantung pada niat yg baik. Demikian ini sebagaimana halnya hal-hal yg mubah lainnya, bila dimaksudkan untuk ibadah mendekatkan diri kepada Allah Taala (qurbah), seperti makan (pada asalnya hukumnya mubah), dimaksudkan agar kuat melakukan ketaatan (menjalankan perintah Islam dan menjauhi larangannya).

Keterangan demikian ini sebagaimana dikemukakan oleh Sayid 'Abdurrahman bin Muhammad bin Husain bin 'Umar, yg masyhur dengan sebutan Ba'alawi Mufti Hadhrami, dalam kitab Bughyat al-Murtasyidîn, dalam pembahasan tentang Shalat Jamaah. Perhatikan pula
Keputusan Muktamar NU  ke-13 di Menes Banten, 13 Rabiuts Tsani 1357/12 Juli 1938, berkaitan dengan hukum shalat dhuha berjamaah.
(Lihat putusan nomor 215, dalam Ahkamul Fuqaha: Hasil-hasil Keputusan Muktamar dan Permusyawaratan Lainnya 1335 H/1926 H M -1427 H/2006 M, LTN PBNU, 2010, hlm 183).

والله أعلم بالصواب.

Sekian, moga manfaat dan berkah bagi kita semua.

هدانا اللّٰه وإياكم أجمعين،
والله الموفق إلى أقوم الطريق

Tangerang, Ahad malam Senin, 11 Sya'ban 1438/7 Mei 2017
Alfaqir ilã rahmatiLlâh,
Akhûkum fiLlâh,

Ust. Ahmad Ali MD, MA.
Pengasuh Pusat Kajian dan Konsultasi Agama (PusaKA) Madania, Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PWNU Banten, Divisi Kaderisasi dan Penguatan SDM PBNU, Dosen STAINU/UNU Jakarta

---

Jawaban via WAG, 7-5-2017.

Senin, 01 Mei 2017

Faidah Shalawat Nariyah

Faidah Shalawat Nariyah

بسم اللّٰه الرحمن الرحيم، الحمد لله، والصلاة والسلام على سيدنا محمد صلى اللّٰه عليه وسلم نبي الرحمة وعلى آله وصحبه ومن تبع هداه.

Bapak Haji Edwin, Kota Tangerang Selatan, yang menanyakan tentang faidah Shalawat Nâriyyah, semoga mendapatkan ilmu yang manfaat, dan terkabulkan hajat baiknya dalam ridha Allah Taala.

Penjelasan tentang faidah Shalawat Nâriyyah ini didasarkan pada kitab Khazînat al-Asrâr karya Syaikh Muhammad Haqî al-Nâzilî, hlm. 166-170.

Sebelum menguraikan faidah-faidah Shalawat Nariyah, sekilas perlu dikemukakan bahwa shalawat itu beraneka ragam, jumlahnya ada 4000 (empat ribu), dalam riwayat lain 12.000 (dua belas ribu), masing-masing menjadi pilihan jamaah dari penduduk di Timur dan Barat, berdasarkan jalinan ikatan/emosionalitas yang selaras di antara mereka dan Nabi Muhammad SAW. Beragam Shalawat tersebut dipahami khasiat-khasiat dan manfaat-manfaatnya, ditemukan rahasia-rahasia dalam beragam Shalawat tersebut. Di antaranya masyhur terbukti secara empiris (kenyataan dan berdasarkan pengalaman) dalam melepaskan kesukaran/keperihatinan dan mencapai maksud atau cita-cita, seperti Shalawat Munjiyah (Shalawat Munjiyat).

Dan di antara Shalawat yang masyhur itu Shalawat al-Tafrîjiyyah al-Qurthûbiyyah yang disebut di Maghribi (sekarang negara Maroko bekas jajahan Perancis, di Benua Afrika bagian utara) sebagai Shalawat Nâriyyah yang dikarang oleh Syaikh Ahmad al-Tâjî al-Maghribî rahimahullâh.

Jadi nama populer Shalawat ini adalah Shalawat Nariyah, yang disebut pula Shalawat Tafrîjiyyah. Dinamakan Shalawat Nâriyyah tersebut karena orang-orang Maghribi (sekarang negara Maroko) bila hendak mencapai sesuatu yang dituju atau menghindarkan kerusakan, mereka berkumpul di satu majelis dan membaca Shalawat Nariyah ini sebanyak 4444 kali dan tercapailah sesuatu yang diinginkan tersebut secara cepat bagaikan kobaran api.

Secara rinci fadhilah/faidah Shalawat Nâriyyah sebagai berikut:
1. Dibaca 4444 kali diberi pertolongan oleh Allah mencapai apa yg diinginkan dan yang diniatkan, termasuk mencapai keperluan yang besar (sangat penting) ataupun menolak bencana yang menimpa.

Ketika ingin mencapai keperluan yang sangat penting atau menghindarkan bencana yang menimpa, hendaklah Shalawat Tafrîjiyyah ini dibaca dan digunakan untuk bertawassul (berwasilah) kepada Nabi SAW yang berakhlak mulia, sebanyak 4444 kali, maka Allah memberikan taufiq  (menolongnya) mencapai maksud (hajat/cita-cita) dan yang sesuatu yang hendak dicapainya berdasarkan niat/motivasinya. Ini sebagaimana dikatakan oleh Imam al-Qurthûbî yang dikutip dalam Kitab Khazînat al-Asrâr.

2. Dibaca secara rutin setiap hari 41 kali, atau 100 kali, atau di atas 100 kali, maka dilepaskan kesedihan dan keperihatinannya, dibukakan dari bahayanya, dimudahkan urusannya, diterangi jiwanya, dibaikkan keadaannya, diluaskan rizkinya, dan dibukakan pertamban pintu-pintu kebaikan, direalisasikan ucapannya, diselamatkan dari bencana tahunan, dan keburukan lapar dan kefakiran, serta diberikan kecintaan padanya di hati manusia, juga tidak satupun yang diminta, dikabukkan oleh Allah. Syaratnya pencapaian faidah-faidah tersebut adalah dengan mendawamkan (merutinkan)  mengamalkannya.
3. Dibaca secara rutin setiap hari 11 kali, diturunkan rizki dari langit dan ditumbuhkan dari bumi. Ini dikatakan oleh Syekh Al-Tûnisî, sebagaimana dikutip dalam Khazînat al-Asrâr.
4. Dibaca 11 (sebelas) kali setiap selesai salat rizkinya akan terus, tidak terputus-putus, dan tercapai derajat mulia serta negara/kekuasaan yang kaya. Ini dikatakan oleh Syekh al-Dainûrî, sebagaimana dikutip dalam Khazînat al-Asrâr.

5. Dibaca setiap kali setelah salat Subuh sebanyak 41 (empat puluh satu) kali akan tercapai cita-citanya.
6. Dibaca rutin setiap hari 100 (seratus) kali, tercapai maksudnya dan tercapai cita-citanya melebihi yang diinginkannya.
7. Dibaca rutin setiap hari sejumlah Rasul, yaitu 313 (tiga ratus tiga belas) kali tersingkaplah tabir (rahasia-rahasia) sehingga mengetahui setiap sesuatu yang dikehendaki.
8. Dibaca rutin setiap hari 1000 (seribu) kali, mempunyai kemampuan (keistimewaan) apa yang tidak bisa disebutkan berupa sesuatu yang belum pernah dilihat mata, belum pernah didengar telinga dan belum terbesit (terlintas) dalam sanubari manusia.

Bila merujuk kepada hadis-hadis Nabi SAW, maka jelas banyak disebutkan fadhilah (keutamaan, manfaat, faidah) membaca Shalawat. Di antaranya hadis berikut:

 حدثنا أنس ابن مالك قال: قال رسول اللّٰه صلى اللّٰه عليه وسلم : مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاَةً صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ عَشْرَ صَلَوَاتٍ، وَحُطَّتْ عَنْهُ عَشْرُ خَطِيْئَاتٍ، وَرُفِعَتْ لَهُ عَشْرُ دَرَجَاتٍ (حديت صحيح، رواه النسائي).

Anas bin Malik r.a. mewartakan bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Siapapun yang bershalawat (membaca shalawat) atasku, maka Allah membalas shalawat tersebut (mencurahkan rahmat dan ampunan) sepuluh kali, dihapuskan darinya sepuluh kesalahan, dan ditinggikan derajatnya sepuluh kali lipat (Hadis Shahih Riwayat al-Nasâ'î).

Dengan demikian, faidah/fadhilah Shalawat Nâriyyah di atas merupakan keterangan yang dikemukakan oleh ulama. Dalam hal ini, "al-'Ulamâ' waratsat al-anbiyâ', Ulama adalah pewaris Nabi. Bacaan atau redaksi Shalawat Nâriyyah tersebut merupakan kreatifitas (kepiawaian) ulama berdasarkan petunjuk atau ilham yang dianugerahkan Allah SWT kepada ulama. Dalam kenyatannya, bacaan Shalawat tersebut telah terbukti faidah dan manfaat-manfaatnya. Adapun perihal tatacara amaliyah Shalawat ini, termasuk jumlah bacaannya merupakan tajribah (praktek/empiris/pengalaman) ulama. Dan hal ini merupakan semacam resep yang telah diracik dosisnya bagi umat untuk memenuhi suatu hajat, termasuk pemenuhan kebutuhan spiritualitas/kejiwaan, mengobati dari penyakit hati atau kegersangan jiwa maupun untuk menjaga ketenteraman hati.

Oleh karena itu dalam membaca Shalawat hendaknya dengan adab yang baik, tatakrama dan sopan santun, termasuk konsentrasi dan fokus dengan yang sedang dibaca (diamalkan). Hal ini karena sejatinya membaca Shalawat itu berarti permohonan doa untuk agar  Allah SWT mencurahkan tambahan rahmat (kasih sayang)-Nya yang disertai pengagungan (ta'zhîm) kepada Nabi SAW, yang dilakukan dengan sikap dan keadaan memuliakan dan mengagungkan (al-tasyrîf wa-al-ta'zhîm wa-al-takrîm). Sungguhpun demikian, sebagaimana tuntunan yang disampaikan oleh Syaikh Nawawi al-Bantani, dalam kitab Kâsyifat al-Sajâ Syarh Safînat al-Najâ, hlm. 4, oleh karena Nabi SAW telah cukup mendapatkan rahmat Allah Taa'la, maka sepatutnya bagi kita dalam bershalawat itu berniat untuk bertawassul (berwasilah), yakni menjadikan Shalawat itu sebagai sarana (media, wasilah) untuk memohon kepada Allah Taala, agar dikabulkan permohonan (hajat) dan cita-cita kita.

Oleh karena itu hendaknya ketika membaca Shalawat tidak sepatutnya dilakukan secara sambilan, yakni sambil menggunakan smartphone, misalnya, baik menulis status di media sosial (medsos), chatting, mengomentari status, maupun sharing dan lain sebagainya.

والله أعلم بالصواب،
هَدَانَا اللّٰهُ وَإِيَّاكُمْ أَجْمَعِيْنَ.

Semoga Allah memberikan hidayah (petunjuk, bimbingan dan pertolongan) kepada kita semua.

Tangerang, Ahad, 18 Desember 2016 dan Malam Rabu, 5 Rabiul Akhir 1438~4 Januari 2017.

Akhûkum fillâh wa-al-Faqîr ilâ rahmatih,

Ahmad Ali MD
Pusat Kajian dan Konsultasi Agama (PusaKA) Madania Tangerang, Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI) Orda Kota Tangerang Bidang Pendidikan dan Dakwah, Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masa'il (LBM) PWNU Banten.

---
Saat ini pun berkhidzmah di Divisi Kaderisasi dan Penguatan SDM Lembaga Dakwah PBNU.