Selasa, 08 Agustus 2017

Berteman dan Bergaul dengan Delapan Golongan

*Penjelasan tentang Orang yang Menjadikan Teman Duduk, Teman Bicara ataupun Bergaul Bersama Orang Kaya, Orang  Miskin, Perempuan, Dst. (Delapan Golongan)*

Berikut penjelasan terhadap redaksi riwayat atau maqalah (kata-kata hikmah) tentang orang yang menjadikan teman duduk, yakni teman bicara, ataupun bergaul, bersama golongan orang kaya, orang fakir, penguasa, perempuan, anak-anak, orang fasik, orang saleh, dan ulama. Lengkapnya penjelasan tentang siapa yang berbincang-bincang atau bergaul dengan delapan golongan maka akan ditambah oleh Allah Taala delapan perkara/akibat baik atau buruknya.

Riwayat atau kata-kata hikmah ini dikemukakan oleh Imam Abû al-Laits al-Samarqandî, nama lengkapnya Maulânâ  al-Syaikh Nashr bin Muhammad bin Ibrâhîm al-Samarqandî al-Hanafî (333-373/983-944) --al-faqîh, al-muhaddits, al-zâhid, al-'âlim al-'âmil, wa al-ustâdz, pengarang kitab _Bustân al-Ârifîn_ -- dalam kitabnya _Tanbîgh al-Ghâfilîn bi-Ahâdîts Sayyid al-Anbiyâ' wa-al-Mursalîn_ (Peringatan terhadap Orang-orang yang Lalai dengan Hadis-hadis Pemimpin Para Nabi dan Para Rasul), redaksi yang lebih tepat dan lengkapnya sebagai berikut:

(قال الفقيه ~أبو الليث السمرقندي) رحمه اللّٰه تعالى : يقال من جلس مع ثمانية أصناف من الناس زاده اللّٰه ثمانية أشياء: من جلس مع الأغنياء زاده اللّٰه حب الدنيا والرغبة فيها، ومن جلس مع الفقراء زاده اللّٰه الشكر والرضا بقسمة اللّٰه تعالى، ومن جلس مع السلطان زاده اللّٰه الكبر وقساوة القلب، ومن جلس مع النساؤ زاده اللّٰه الجهل والشهوة والميل إلى عقولهن، ومن جلس مع الصبيان زاده اللّٰه اللهو والمزاح، ومن جلس مع الفساق زاده اللّٰه الجراءة على الذنوب والمعاصي والإقدام عليها والتسويف في التوبة، ومن جلس مع الصالحين زاده اللّٰه الرغبة في الطاعات واجتناب المحارم، ومن جلس مع العلماء زاده اللّٰه العلم والورع.

Al-Faqih Abu al-Laits al-Samarqandî rahimahullâhu Ta'âlâ berkata: "Dikatakan: 'Siapapun yang menjadikan teman duduk/bicara atau bergaul bersama delapan golongan manusia, maka Allah menambahkan padanya delapan perkara, yaitu (1) Siapapun yang berbincang/bergaul bersama orang-orang kaya, maka Allah menambahkan padanya kecintaan dunia dan berorientasi pada dunia tersebut; (2) Siapapun yang berbincang/bergaul bersama orang-orang fakir, maka Allah menambahinya rasa syukur dan ridha pada pemberian Allah Taala; (3) Siapapun yang berbincang/bergaul bersama penguasa, maka Allah menambahinya kesombongan dan keras hati; (4) Siapapun yang berbincang/bergaul bersama perempuan-perempuan, maka Allah menambahinya kebodohan, syahwat, dan kecenderungan kepada akal mereka; (5) Siapapun yang berbincang/bergaul bersama anak-anak, maka Allah menambahinya permainan dan senda gurau; (6) Siapapun yang berbincang/bergaul bersama orang-orang fasik, maka Allah menambahinya ketergelinciran pada dosa dan kemaksiatan, serta memperioritaskan pada dosa dan kemaksiatan itu, dan penundaan taubat; (7) Siapapun yang berbincang/bergaul bersama orang-orang saleh, maka Allah menambahinya kesungguhan dan kecintaan _(al-raghbah)_ pada ketaatan dan menjauhi perbuatan haram; dan (8) Siapapun yang berbincang/bergaul bersama ulama, maka Allah menambahinya ilmu dan wira'i (menjauhkan diri dari dosa, maksiat dan syubhat).

Syaikh Ibrâhîm al-Samarqandî, _Tanbîgh al-Ghâfilîn_ (Semarang: Thaha Putera, t.t.), hlm. 160.

Demikian itu karena topik dan orientasi perbincangan dan pergaulannya dengan orang kaya didominasi bahkan semata-mata orientasi materialistik bahkan hedonistik (kesenangan dan kemewahan). Dengan orang fakir, karena menjadikan diri kita bersyukur terhadap apa yang telah diberikan Allah pada kita. Dengan penguasa, karena orientasi atau kehidupannya didominasi oleh kesombongan. Dengan perempuan, karena dikatakan mereka itu menarik hawa nafsu dan lemah pemahaman agamanya.
Dengan anak-anak, karena orientasinya hanya senda gurau belaka, permainan saja. Dengan orang saleh, karena kecintaan mereka pada ketaatan dan menjauhi yang diharamkan. Dengan ulama (orang alim) karena keilmuannya dan kewiraiannya.

Tetapi demikian itu tidaklah bersifat rigid (kaku) tetapi dinamis dan fleksibel. Artinya tidaklah setiap orang yang kaya itu bersifat orientasi duniawi (hedonis, materialistis). Pun penguasa tidak selamanya takabbur. Pun halnya dengan perempuan tidak selamanya lemah akal dan agamanya.

Kata-kata hikmah tersebut dimasukkan dalam pembahasan tentang _bâb mujâlasat al-'ilmi_, artinya konteksnya tentang keutamaan pembicaraan, perbincangan, pergaulan yang mengedepankan ilmu dan kebenaran.

Jadi hendaklah setiap kita memilih teman bicara dan teman bergaul yang baik dan berlaku benar serta bijaksana, dan melakukan pembicaraan mengenai pemahaman agama dan dunia yang baik, serta amaliah yang baik pula.

Demikian, semoga banyak manfaat bagi kita semua.

_WalLâhu a'lam bish-shawwâb_

هَدَانَا اللّٰهُ وَإِيَّاكُمْ أَجْمَعِيْنَ

Semoga Allah Taala memberikan hidayah kepada kita semua untuk kebaikan dan kebenaran, amîn.

*Tangerang, Ahad, 28 Muharram 1438~30 Oktober 2016*

_Akhûkum filLâh,_

*Ahmad Ali MD, MA.*
_Ketua ICMI Orda Kota Tangerang Bidang Pendidikan dan Dakwah, Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masa'il (LBM) PWNU Banten, Dosen STAINU Jakarta_

---------
Saat ini pengurus Lembaga Dakwah PBNU, Divisi Kaderisasi dan Penguatan SDM, Dosen Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA), Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar