Hukum Shalat Dhuha Berjamaah
بسم اللّٰه والحمد لله، والصلاة والسلام على سيدنا محمد صلى اللّٰه عليه وسلم نبي الرحمة، وعلى آله وصحبه ومن والاه ومن تبع هداه، وبعد.
Saudari penanya di Kota Tangerang Banten, yang menanyakan tentang hukum shalat Dhuha berjamaah (pertanyaan 20 April 2017, via japri WA), semoga dalam kebaikan dan keberkahan.
Shalat Dhuha adalah golongan shalat sunnah yang tidak disunahkan (tidak dianjurkan) dilaksanakan dengan berjamaah). Termasuk ke dalam golongan ini, shalat Tasbih, Tahajud, Hajat, dan Shalat Witir selain Witirnya bulan Ramadhan.
Hukum shalat Dhuha, dan shalat-shalat dalam golongan tersebut-- yang dilakukan dg berjamaah adalah mubah, yakni tidak makruh, juga tidak mendapat pahala, dg ketentuan (syarat): 1) bila tidak menimbulkan gangguan (misalnya mengganggu aktifitas orang lain/masyarakat, misalnya dilaksanakan di jalanan ataupun dilaksanakan di masjid tetapi mengganggu orang lain yang akan shalat wajib); 2) Tidak diyakini atau disangka kuat bahwa shalat dhuha yg dilaksanakan berjamaah tsb merupakan perintah agama (syariat).
Bila dua syarat di atas tidak dipenuhi, maka shalat dhuha berjamaah tsb di samping tidak berpahala justeru menjadi haram dan harus dilarang (dicegah).
Selanjutkan, bila kedua syarat di atas sudah terpenuhi, maka shalat dhuha berjamaah bisa mendapat pahala bila dimaksudkan: 1) untuk ta'lîm, yakni mengajarkan kepada jamaah (orang-orang yang akan shalat dimaksud) tentang shalat yang akan dilakukan itu, 2) dan/atau menggiatkan atau memotivasi mereka agar shalat sunah dhuha dg baik. Hal itu karena pahala bergantung pada niat yg baik. Demikian ini sebagaimana halnya hal-hal yg mubah lainnya, bila dimaksudkan untuk ibadah mendekatkan diri kepada Allah Taala (qurbah), seperti makan (pada asalnya hukumnya mubah), dimaksudkan agar kuat melakukan ketaatan (menjalankan perintah Islam dan menjauhi larangannya).
Keterangan demikian ini sebagaimana dikemukakan oleh Sayid 'Abdurrahman bin Muhammad bin Husain bin 'Umar, yg masyhur dengan sebutan Ba'alawi Mufti Hadhrami, dalam kitab Bughyat al-Murtasyidîn, dalam pembahasan tentang Shalat Jamaah. Perhatikan pula
Keputusan Muktamar NU ke-13 di Menes Banten, 13 Rabiuts Tsani 1357/12 Juli 1938, berkaitan dengan hukum shalat dhuha berjamaah.
(Lihat putusan nomor 215, dalam Ahkamul Fuqaha: Hasil-hasil Keputusan Muktamar dan Permusyawaratan Lainnya 1335 H/1926 H M -1427 H/2006 M, LTN PBNU, 2010, hlm 183).
والله أعلم بالصواب.
Sekian, moga manfaat dan berkah bagi kita semua.
هدانا اللّٰه وإياكم أجمعين،
والله الموفق إلى أقوم الطريق
Tangerang, Ahad malam Senin, 11 Sya'ban 1438/7 Mei 2017
Alfaqir ilã rahmatiLlâh,
Akhûkum fiLlâh,
Ust. Ahmad Ali MD, MA.
Pengasuh Pusat Kajian dan Konsultasi Agama (PusaKA) Madania, Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PWNU Banten, Divisi Kaderisasi dan Penguatan SDM PBNU, Dosen STAINU/UNU Jakarta
---
Jawaban via WAG, 7-5-2017.
بسم اللّٰه والحمد لله، والصلاة والسلام على سيدنا محمد صلى اللّٰه عليه وسلم نبي الرحمة، وعلى آله وصحبه ومن والاه ومن تبع هداه، وبعد.
Saudari penanya di Kota Tangerang Banten, yang menanyakan tentang hukum shalat Dhuha berjamaah (pertanyaan 20 April 2017, via japri WA), semoga dalam kebaikan dan keberkahan.
Shalat Dhuha adalah golongan shalat sunnah yang tidak disunahkan (tidak dianjurkan) dilaksanakan dengan berjamaah). Termasuk ke dalam golongan ini, shalat Tasbih, Tahajud, Hajat, dan Shalat Witir selain Witirnya bulan Ramadhan.
Hukum shalat Dhuha, dan shalat-shalat dalam golongan tersebut-- yang dilakukan dg berjamaah adalah mubah, yakni tidak makruh, juga tidak mendapat pahala, dg ketentuan (syarat): 1) bila tidak menimbulkan gangguan (misalnya mengganggu aktifitas orang lain/masyarakat, misalnya dilaksanakan di jalanan ataupun dilaksanakan di masjid tetapi mengganggu orang lain yang akan shalat wajib); 2) Tidak diyakini atau disangka kuat bahwa shalat dhuha yg dilaksanakan berjamaah tsb merupakan perintah agama (syariat).
Bila dua syarat di atas tidak dipenuhi, maka shalat dhuha berjamaah tsb di samping tidak berpahala justeru menjadi haram dan harus dilarang (dicegah).
Selanjutkan, bila kedua syarat di atas sudah terpenuhi, maka shalat dhuha berjamaah bisa mendapat pahala bila dimaksudkan: 1) untuk ta'lîm, yakni mengajarkan kepada jamaah (orang-orang yang akan shalat dimaksud) tentang shalat yang akan dilakukan itu, 2) dan/atau menggiatkan atau memotivasi mereka agar shalat sunah dhuha dg baik. Hal itu karena pahala bergantung pada niat yg baik. Demikian ini sebagaimana halnya hal-hal yg mubah lainnya, bila dimaksudkan untuk ibadah mendekatkan diri kepada Allah Taala (qurbah), seperti makan (pada asalnya hukumnya mubah), dimaksudkan agar kuat melakukan ketaatan (menjalankan perintah Islam dan menjauhi larangannya).
Keterangan demikian ini sebagaimana dikemukakan oleh Sayid 'Abdurrahman bin Muhammad bin Husain bin 'Umar, yg masyhur dengan sebutan Ba'alawi Mufti Hadhrami, dalam kitab Bughyat al-Murtasyidîn, dalam pembahasan tentang Shalat Jamaah. Perhatikan pula
Keputusan Muktamar NU ke-13 di Menes Banten, 13 Rabiuts Tsani 1357/12 Juli 1938, berkaitan dengan hukum shalat dhuha berjamaah.
(Lihat putusan nomor 215, dalam Ahkamul Fuqaha: Hasil-hasil Keputusan Muktamar dan Permusyawaratan Lainnya 1335 H/1926 H M -1427 H/2006 M, LTN PBNU, 2010, hlm 183).
والله أعلم بالصواب.
Sekian, moga manfaat dan berkah bagi kita semua.
هدانا اللّٰه وإياكم أجمعين،
والله الموفق إلى أقوم الطريق
Tangerang, Ahad malam Senin, 11 Sya'ban 1438/7 Mei 2017
Alfaqir ilã rahmatiLlâh,
Akhûkum fiLlâh,
Ust. Ahmad Ali MD, MA.
Pengasuh Pusat Kajian dan Konsultasi Agama (PusaKA) Madania, Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PWNU Banten, Divisi Kaderisasi dan Penguatan SDM PBNU, Dosen STAINU/UNU Jakarta
---
Jawaban via WAG, 7-5-2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar